"Nada yang membebaskan bangsa."
Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga
W.R. Soepratman lahir pada 9 Maret 1903 di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara, Jakarta). Ia adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara dalam keluarga Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen. Ayahnya seorang serdadu KNIL, sementara kakeknya, Mas Ngabehi Notosoedirdjo, adalah priyayi kaya yang berbakat seni. Dua kakak laki-lakinya meninggal saat kecil, membuat Soepratman menjadi satu-satunya anak laki-laki yang bertahan hingga dewasa. Keluarganya pindah ke berbagai kota, termasuk Padang, Surabaya, dan Cimahi, sebelum akhirnya menetap di Jatinegara.
Pendidikan dan Bakat Musik di Makassar
Setelah ibunya meninggal, Soepratman dibawa kakak tertuanya, Roekijem, ke Makassar pada 1914. Ia sempat bersekolah di Europese Lagere School (ELS) dengan menambahkan nama “Rudolf” agar diterima, tetapi dikeluarkan karena statusnya sebagai pribumi. Ia lalu bersekolah Melayu dan belajar musik dari kakak iparnya, van Eldik, yang memberikannya biola. Bakat musiknya berkembang pesat, dan bersama van Eldik, ia mendirikan grup jazz “Black & White” yang terkenal di Makassar. Selain bermusik, ia juga bekerja sebagai klerek dan wartawan.
Kesadaran Politik dan Keinginan Berjuang
Di Makassar, Soepratman terpengaruh pemikiran politik dari tokoh seperti H.J.F.M. Sneevliet dan membaca tulisan-tulisan pergerakan nasional. Ia semakin sadar akan penjajahan Belanda dan bertekad berkontribusi bagi kemerdekaan.
Setelah mengetahui bahwa keluarganya adalah keturunan pengikut Pangeran Diponegoro, semangat nasionalismenya semakin menguat. Ia ingin kembali ke Jawa untuk bergabung dengan pergerakan nasional, meski Belanda memberlakukan undang-undang represif untuk membatasi aktivitas politik.
Karier sebagai Wartawan dan Aktivitas di Jawa
Pada 1924, Soepratman pindah ke Surabaya, lalu ke Bandung dan Jakarta. Ia bekerja sebagai wartawan untuk surat kabar seperti *Sin Po* dan mendirikan kantor berita Alpena bersama Parada Harahap. Sebagai wartawan, ia meliput rapat-rapat politik dan menulis kritik tajam terhadap penjajahan Belanda. Hidupnya sederhana, tetapi ia aktif bergaul dengan tokoh pergerakan seperti Soekarno dan Hatta. Ia juga berjualan buku bekas untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Peran dalam Perjuangan Nasional
Soepratman menggabungkan bakat musik dan semangat nasionalisme dengan menciptakan lagu-lagu perjuangan, termasuk *Indonesia Raya*. Meski hidup dalam kesulitan, ia tetap berkomitmen menyuarakan aspirasi rakyat melalui musik dan tulisan. Karyanya menjadi inspirasi bagi pergerakan kemerdekaan, menjadikannya salah satu pahlawan yang berjasa membangkitkan semangat persatuan melawan penjajahan.

Pada tahun 1926, W.R. Soepratman terinspirasi oleh sebuah tulisan di majalah Timbul yang mempertanyakan kapan Indonesia memiliki lagu kebangsaan sendiri. Ia merasa prihatin karena bangsa Belanda memiliki Wilhelmus, sementara Indonesia belum mempunyai lagu pemersatu. Ide ini ia sampaikan kepada kerabatnya, Oerip Kasansengari, yang langsung memberi restu dan semangat agar cita-cita itu diwujudkan.
Sebagai wartawan, Soepratman melihat langsung politik adu domba dan diskriminasi kolonial Belanda. Kesadaran inilah yang meneguhkan tekadnya menggubah lagu perjuangan yang dapat membangkitkan semangat rakyat. Karya pertamanya, Dari Barat Sampai ke Timur, sudah menggambarkan persatuan Indonesia, namun ia merasa perlu menciptakan sesuatu yang lebih besar: sebuah lagu kebangsaan.
Semangatnya semakin berkobar setelah mendengar gagasan Bung Karno tentang pengabdian kepada Ibu Pertiwi. Maka, Soepratman pun menciptakan lagu Indonesia Raya, lengkap dengan musik dan syairnya.
Puncaknya terjadi pada Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928. Dalam suasana hening dan khidmat, Soepratman memperdengarkan Indonesia Raya dengan biolanya, lalu dinyanyikan bersama-sama oleh para pemuda. Lagu itu membuat darah para hadirin bergelora, membakar semangat perjuangan, dan seolah menjadi nyawa baru bagi cita-cita kemerdekaan.
Sejak saat itu, Indonesia Raya ditetapkan sebagai lagu kebangsaan. Lagu ini bukan hanya sebuah karya musik, melainkan simbol persatuan, doa, dan tekad seluruh bangsa menuju kemerdekaan.
Biografi:
- Lahir: Jatinegara, 9 Maret 1903
- Wafat: Surabaya, 17 Agustus 1938 (7 tahun sebelum Proklamasi RI)
- Agama: Islam
- Status: Belum menikah
- Profesi: Guru, Wartawan, Komponis, Aktivis
Tonggak Perjuangan:
- Pemimpin Jazz Band di Makassar
- Wartawan “Sin Po”
- Menciptakan “Indonesia Raya” (1928)
- Dilarang tampil oleh penjajah Belanda
- Wafat muda karena tekanan dan kondisi kesehatan
“Satu lagu, sejuta tekad kemerdekaan.”
- Diciptakan oleh WR Soepratman pada 1928
- Pertama kali diperdengarkan di Kongres Pemuda II
- Versi asli terdiri dari 3 stanza
- Diakui resmi oleh Pemerintah melalui PP No. 44 Tahun 1958
- Hak cipta dimiliki oleh keluarga dan diatur berdasarkan hukum


Daftar Lagu karya WR Soepratman:
Karya dalam seni lagu:
1924 : Indonesia Tjantik
1926 : Dari Barat sampai ke Timur
1928 : Indonesia Raya
1928 : Indonesia, Hai Ibuku ( Indonesia ibuku )
1928 : Bendera Kita
1928 : Pahlawan Merdeka
1929 : Bangunlah Hai Kawan
1929 : Ibu Kita Kartini
1930 : Mars KBI ( Kepanduan Bangsa Indonesia )
1930 : Di Timur Matahari
1937 : Mars Parindra
1937 : Pemuda Parindra ( Surya Wirawan )
1938 : Matahari Terbit
1938 : Selamat Tinggal ( belum selesai )
Karya dalam seni sastra:
Perawan Desa
Darah Muda
Kaum fanatik
Karya dalam dunia kemasyarakatan:
Kartu Indonesia
Surat Keputusan MENTERI PENDIDIKAN PENGAJARAN DAN KEBUDAYAAN R.I.
Penghargaan yang diterima W.R. Soepratman
Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia memberikan penghargaan kepada putra-putri Indonesia yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap jasa-jasa mereka. Penghargaan yang diberikan kepada W.R. Soepratman, antara lain:
- Pemindahan dan perbaikan makam WR. Soepratman. Atas permintaan dari Oerip Kasansengari yang waktu itu menjadi Sekretaris Kwartir Besar Surya Wirawan dan wakil keluarga W.R. Soepratman diajukan permohonan agar makam W.R. Soepratman diberi tempat khusus (tersendiri).
Maka pada tanggal 20 Mei 1953 Perwakilan Jawatan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur di Surabaya membentuk Panitia Pemuliaan W.R. Soepratman. Maksud panitia tersebut adalah memindahkan makam W.R. Soepratman dari tempat semula di Kuburan Umum Kapas sebelah Utara Jalan Kenjeran ke tempat yang baru di Tambak Segaran Wetan di sebelah Selatan Jalan Kenjeran Surabaya, yaitu di sebidang tanah luasnya 50 x 50 m.
Pada tanggal 25 Oktober 1953 bertepatan dengan peringatan 25 tahun lagu Indonesia Raya, diadakan upacara peletakan batu pertama di lokasi kuburan baru. Upacara ini dihadiri oleh para pembesar militer dan sipil serta para Konsul negara-negara asing.
Sebelum peletakan batu pertama, Gubenur Samadikun mengucapkan kata sambutan. “Pagi ini kita sekalian berkumpul di sini untuk dengan khidmat meletakkan batu pertama bagi makam almarhum W.R. Soepratman yang baru. Upacara ini mengandung arti yang lebih mendalam dari pada nurani makam seorang patriot saja. Ia mengandung lambang dari sesuatu rasa keinsafan yang dapat menggerakkan niat dan tekad untuk berkorban guna kemerdekaan nusa dan bangsa!” Kemudian Gubenur membacakan piagamnya.

Di Medan Sumatra Utara Perguruan WR. Soepratman di Jalan Asia 143 terdiri dari TK, SD, SLTP, dan SMU. Perguruan ini berdiri tahun 1975 berdasarkan Surat Keputusan Mentri P.& K R.I No. 0170/U/75 dan Instruksi Laksus Pangkopkamtibda Sumut No. INS/12/KAMDA/IX/1976 tanggal 20 Sptember 1976. Sebelumnya Perguruan W.R. Soepratman ini bernama Perguruan Tri Bakti yang telah berdiri sejak tahun 1960. Sekarang Perguruan W.R. Soepṛatman dikelola oleh Yayasan Perguruan W.R. Soepratman Medan.
Mewakili keluarga besar W.R. Soepratman, Oerip Kasansengari mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah dan Bangsa Indonesia (lihat pidatonya pada lampiran 5 Bagian V, dan susunan Panitia Pemuliaan W.R. Soepratman lihat lampiran 6 Bagian V).
Pada tanggal 31 Maret 1956 mulai dilaksanakan pembongkaran dan pemindahan makam W.R. Soepratman dengan selamatan secara adat. Sebagai penghormatan kepada segenap keluarga, peti jenazah W.R. Soepratman dengan tertib diangkut oleh delapan orang keluarga dari kuburan umum Kapas ke tempat yang baru di Tambak Segaran Wetan. Upacara berlangsung dengan khidmat, dihadiri oleh pembesar-pembesar militer dan sipil serta segenap lapisan masyarakat. Penguburan kembali peti jenazah W.R. Soepratman diiringi oleh lagu Indonesia Raya dan Temanku Pahlawan.
Piagam yang pernah dibaca oleh Gubenur Samadikun pada tanggal 28 Oktober 1953 dan Teks Melodi Lagu Indonesia Raya yang diukir pada sebuah pelat tembaga ditanam di sebelah kiri makam. Peti besar berisi bongkaran bekas kijingan makam W.R. Soepratman ditanam di sebelah kanan makam. Di belakang makam ditempatkan sebuah patung W.R. Soepratman diapit oleh batu ukiran kepala gajah. Ukiran ini merupakan ukiran kepala biara sebagai kenang-kenangan terhadap jasa W.R. Soepratman.
- Pada tanggal 31 Mei 1960 Pemerintah R.I. telah memberi hadiah berupa uang sebesar Rp. 250.000.- kepada W.R. Soepratman sebagai ganti rugi Hak Cipta (copyright) lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Menurut Surat Keputusan Menteri P.P. dan tanggal 14 Maret 1960, No.23675/B.III, uang tersebut telah diserahkan kepada ahli warisnya yang sah, Ny. Roekijem Soepratijah, Ny. Roekinah Soepratirah, Ny Ngadini Soepratini, dan Ny. Gijem Soepratinah.
- Pada tanggal 17 Agustus 1960 Pemerintah R.I. memberi anugerah Bintang Mahaputra Anumerta III kepada W.R. Soepratman.
- Surat Keputusan Presiden R.I. No.16/SK/1971 tanggal 20 Mei 1971 telah menganugerahkan gelar “Pahlawan Nasional” kepada Wage Rudolf Soepratman.
- Surat Keputusan Presiden R.I. No.017/TK/Tahun 1974 tanggal 19 Juni 1974, Presiden Republik Indonesia menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama kepada almarhum Wage Rudolf Soepratman.
- Penerbitan Uang Kertas R.I. baru bernilai 50.000.- dengan gambar W.R. Soepratman sebagai gambar utama uang baru tersebut.
- Rencana Pemugaran Makam W.R. Soepratman oleh Pemda Tingkat II Surabaya bersama Bank Indonesia dan Museum W.R. Soepratman di Jalan Mangga 21 Surabaya oleh Pemda Tingkat II Surabaya.
- Universitas Wage Rudolf Soepratman (UNIPRA) didirikan di Surabaya pada tahun 1985 oleh Yayasan Pembangunan Indonesia (IBF), yang diketuai oleh Drs. Soerono Tirtodihardjo Msi.
Universitas W.R. Soepratman adalah Pendidikan Tinggi Swasta yang berdomisili di Surabaya. Tujuannya untuk mendidik para mahasiswa menjadi tenaga yang berjiwa Pancasilais yang berguna bagi pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, universitas tersebut juga bertujuan mengarahkan civitas academica agar giat mendalami ilmu pengetahuan, sehingga lulusan Universitas W.R. Soepratman Surabaya benar-benar dapat menjadi tenaga ahli di bidangnya masing-masing.

- Bagi siapapun yang memiliki Fakta/Bukti/Temuan/Artefak yang berkaitan dengan sosok Wage Rudolf Soepratman, dan belum pernah dipublikasikan atau diungkapkan, kami mohon dengan hormat untuk menghubungi Pihak Yayasan Wage Rudolf Soepratman guna melakukan Klarifikasi dan Pembuktian. Kami sangat menghargai dan membuka diri untuk dapat menyajikan seluruh fakta sejarah terlengkap dan otentik, demi generasi kita selanjutnya mengenal sosok Pahlawan kita seutuhnya. Terimakasih